Masih berkisar tentang mbahku, sesuai zaman itu dimana untuk jodoh anak perempuan ,mbah harus menikah dengan laki-laki yang sedarajat tapi ternyata mbah diam-diam punya pacar anak penjual Mie yang terkenal tapi bukan kalangan bangsawan dan bukan berdarah biru.
Tentu saja hubungan mereka hubungan secara diam-diam, Jatuh cinta bukan suatu yang direncanakan jika panah asmara sudah keluar dari busurnya tidak akan memanda-ng darah biru, kaya atau miskin semua orang dimata Allah sama sedarajat hanya Allah yang paling tinggi. Dan tidak bisa mengelak lagi dari panah asmara yang tertuju pada-nya.
Lama kelamaan hubungan asmara mereka dikatahui dan mbah tidak boleh menemui lelaki pujaan. Terntu saja membuat penderitaan keduanya mengingat mereka saling mencintai. Dan akhirnya dalam waktu singkat mbah dinikahkan dengan seorang pria pilihan bapaknya yang masih keturunan bangsawan,berdarah biru , punya pekerjaan mapan dan dengan gaji besar pula serta sudah tentu orang kaya. Dahulu kakekku dipanggil Raden ngabehi.
Tapi sayang mbah dijadikan istri yang kesian, jadi kakek alias suami mbah punya istri lebih dari satu dan mbah istri yang muda.
Dengan terpaksa mbah menerima pria pilihan orang tuanya, bisa dibayangkan betapa menderitanya mbah pada waktu itu, dijodohkan pria yang tidak dicintai.
Mbah menghadapi suami dengan kebiasaan berjudi, walau tidak minum-minum alcohol tapi cukup membuat mbah menderita tapi sebagai anak yang berbakti mbah tidak bisa berbuat apa-apa.
Dan akhirnya menghasilkan empat orang anak dari perkawinan tanpa cinta, dua laki-laki dan dua perempuan.
Anak pertama R. Sumbani, kedua R. Sunarko (bapakku); ketiga RA. Sri Munarsih dan keempat RA. Sri Wahyuni.
Dari cerita mbah.... mbah benar-benar menderita hidup dengan kakekku, hampir saja mbah ingin bunuh diri tapi bersyukur mbah batal melakukan masih ingat Allah dengan keberanian dan modal nekad akhirnya mbah keluar dari rumah meninggalkan keempat anaknya dengan jalan keluar jendela.
Itu semua yang aku dengar dari cerita mbah dan akhirnya merantau keluar dari Jogjayakarta, mbah menjadi seorang perawat.
Untuk keempat anaknya salah satunya yang bungsu yaitu RA. Sri Wahyuni diasuh sama mbah Musri.
Setelah mbah berhasil di perantauannya mbah mencoba menemui pacarnya di Surabaya dan terlambat ternyata kekasih sudah meninggal sekitar dua tahun yang lalu kiranya mbah terlambat datang, hingga akhir hayatnya kekasih belum menikah. Dua sejoli yang sama-sama cinta, dan cinta si pria dibawa sampai mati.
Mendengar kekasih pujaan sudah meninggal mbah merantau lagi dan pada akhirnya menjadi bidan . Perjalanan perantauan terakhir mbah ditugaskan di kota kecil Curup dan merupakan bidan tertua disana.
Hingga mbah pensiun dan menetap di Curup, aku benar-benar prihatin dengan kisah cinta mbah, kata mbah ketika mbah sakit sang kekasih yang sudah meninggal suka menampakkan diri.
Mbah sudah terbiasa hidup enak dan biasa berpenghasilan besar karena beliau wanita karir, tapi dengan usianya yang semakin tua serta hanya mengandalkan uang pensiun yang tidak seberapa membuatku tambah prihatin .
Beruntung mbah tinggal sebelahan dengan bapakku sekeluarga sehingga untuk makan sehari-hari keluarga selalu mengirim makanan.
Mbah sering mengeluh padaku , bersyukur aku masing sendiri sehingga aku bisa mengirim uang untuk mbah dan bapak setiap bulan walau tidak banyak tapi cukup untuk tambah-tambah kebutuhan mbah serta bapak juga.
Rumah mbah dijual dan yang membeli Memeh adik om UUn yaitu anak angkat mbah, aku memanggilnya om karena menikah dengan bulek Yayuk sering dipanggil bulik Wuk adik tiri om Wahban.