Hari sabtu sepulang dari kantor aku diantar sama om ke Rumah Bedeng Dena letaknya tidak jauh dari rumah om hanya selisih satu rumah.
Disana ada lima rumah terbuat dari papan dan didalamnya terbuat dari triplek berwarna kuning gading, rumah yang sederhana tapi jadilah dari pada ngontrak.
Tiga rumah terisi dan satu rumah kosong serta yang satu lagi kosong tapi rusak, sama penghuni Bedeng dipakai untuk maaf toilet karena toilet di rumah yang kosong bagus alias tidak bermasalah. Om memperkenalkan aku pada seorang gadis muda berambut sebahu,berkulit sawo hitam gelap dan kalau lihat logatnya orang jawa keturunan " Tut ini temanmu satu rumah , nanti kamu tidur satu kamar dengan dia " setelah menerangkan lalu om pulang ke rumahnya.
Teman satu kamarku kelihatannya orang yang tidak menyenangkan, dia agak sedikit angkuh dan kurang bersahabat mungkin dia merasa terganggu karena harus berbagi kamar denganku.
" Ini mba yang kemarin tinggal di bang Kosim yang kerja di Dena yacchhhh ?"
" iyaaaa mba..... tadinya saya mau ngontrak tapi kata om tinggal di rumah bedeng saja berdua sama adiknya Mis " jawabku.
Aku perhatikan tetangga baruku ini orangnya supel dan baik, dalam sekejap aku bisa
langsung akrab dengannya, dari perkenalan pertama aku tahu kalau dia bernama Ros, aku memanggilnya mba Ros.
Mba Ros punya 2 orang anak, 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan, yang laki-laki namanya Nopik dan yang perempuan aku lupa tapi yang perempuan sekitar umur 4 thn sedang Nopik masih SD kalau enggak salah SD kelas 4 .
Mba Ros berasal dari Kabowetan,kedua orang tua mba Ros orang jawa barat jadi mba Ros masih keturunan Sunda, suami mba Ros mas Marwan berasal dari Purwokerto Jawa Tengah dan bekerja di Dena juga tapi bagian Proyek.
Karena mas Marwan sering ke Proyek jadi mba Ros ditemani sama adiknya yang SMP namanya Ferry, Ferry sama seperti mba Ros cepat akrab dengan orang baru.
Walau mereka orang sunda tapi aku dengar di rumah sehari-hari bicara bahasa jawa ngoko, mungkin karena di Kabawetan mereka banyak bergaul dengan orang jawa.
Mba Ros menerangkan kalau tiap bulan dia dan adiknya Mis memberi uang untuk bayar air ke om Rp 25.000,- jadi nanti aku membayarnya Mis Rp 12.500,- dan adiknya Mis Rp 12.500,- jadi kita harus hemat air kalau mandi cukup satu ember dan kata mba Ros selain air dari om paling kalau ada hujan kesempatan untuk menuhi bak mandi, intinya air yang dari rumah om utama untuk masak.
Bengkulu benar-benar susah air, kalau di Curup air berlimpah dan kita mandi bisa sepuasnya, tapi disini kita harus super hemat.
Aku mulai tidur di rumah Bedeng, satu kamar dengan adiknya Mis dan aku terus terang tidak cocok dengan teman kamarku tapi beda dengan mba Ros, aku cepat akrab dan aku sering nonton TV di rumah mba Ros.
Mba Ros enak diajak ngobrol ada saja yang kita bicarakan, pada dasarnya aku bukan orang yang banyak bicara, tapi kalau ketemu sama orang yang banyak bicara dan akrab aku bisa juga banyak bicara.
Seperti biasa aku masak sendiri begitu juga adiknya Mis, kadang mba Ros menawarkan lauk yang dimasak . Aku selalu bangun pagi waktu subuh dan suara azan jelas terdengar dari rumah Bedeng karena Masjid tidak jauh dengan rumah dan dekat rumah Bedeng ada juga Sekolah Taman Kanak-Kanak Swasta.
Di depan tempatku , disebelah rumah kosong yang tinggal sepasang suami istri orang Padang yang punya anak sati sekitar umur 4 tahun kalau dilihat pekerjaan istrinya guru SD tapi kalau yang suami aku tidak tahu. Kata mba Ros sebenarnya mereka tidak berhak tinggal di rumah Bedeng Dena tapi karena mereka satu Kampung dengan pak Datuk maka mereka diizinkan tinggal disana. Mba Ros dan yang lainnya tidak cocok dengannya sehingga tidak pernah bertegur sapa.