VEF Blog

Titre du blog : Otobiografi
Auteur : Tutisunaryati
Date de création : 07-06-2018
 
posté le 29-10-2018 à 07:24:20

          Kehidupan kita di Kemayoran benar-benar susah, sekamar untuk  tujuh orang jika malam kamar disulap jadi tempat tidur dan siang hari disulap jadi ruang tamu dan dapur .

          Pekerjaan bapak aku tidak tahu pastinya, sedang bapak harus menyekolahkan dua orang anak aku dan masku. Kita pindah ke Sekolah swasta di SD Muhammadiyah 45 di Kemayoran di Kelurahan Serdang. Kemayoran teramasuk Jakarta Pusat.

          Kemayoran pada waktu itu merupakan Airport  jadi pastinya bising dengan suara pesawat yang akan naik dan turun yang lewat diatas rumah dan ini barang tentu  TV akan terganggu dan bergaris-garis. TV pada waktu itu hanya dua warna hitam dan putih. Tidak semua orang memilikinya dan chanel hanya satu chanel TVRI.

          Aku kalau lihat TV di rumah tetangga di rumah pak Yusup,rumahnya dipojok sebelah rumah tante Mardio. Rumahnya bagus terbuat dari semen,rumah gedong kecil mungil dan tidak terlihat dari jalan karena tertutup dengan rumah  tante Mardio.

          Aku pindah ke SD Muhammadiyah ketika naik kelas 3 dan masku kelas 4 , kehidupan kita benar-benar susah kadang kita kena tegur dari sekolah karena terlambat bayar uang sekolah. Kadang aku diajak ibu kerumah mbah gendut untuk pinjam uang untuk bayar sekolah atau untuk makan karena penghasilan bapak tidak menentu kadang dapat uang kadang tidak. Kita jalan kaki dari Kemayoran ke Kota dimana mbah gendut kerja dan bertempat tinggal. Haus dan panas kita lalui demi sesuap nasi untuk makan esok hari. Kita tidak memikirkan rumah gedong,TV atau apapun dapat makan itu sudah alhamdulillahh.... untuk sholat aku selalu menggunakan kain emak , kain batik dan aku sematkan temiti sehingga bisa digunakan untuk mukena, untuk beli mukena keluarga tidak mampu. Ibu punya mukena satu yang selalu digunakan beramai-ramai dengan warna putih yang hampir pudar dan bagian kepala serta dagu penuh dengan bintik-bintik hitam karena telur nyamuk.

          Ibu juga membuat makanan seperti kripik singkong pedas untuk dititip ke warung.

          Aku kadang membawanya untuk dijual untuk ditawarkan keteman-teman untuk membantu ibu. Dan aku menerima untung ssebab dari ibu Rp 20,- dan aku menjualnya Rp 25,- Tapi tetap juga tidak mencukupi, pernah aku dan emak mencoba jualan dipasar Gambreng, emak ingin mencoba membantu dengan berjualan.

          Hari pertama jualan untuk emak,emak pagi-pagi bangun mulai masak tiwul,cenil,lupis,jagung urap,gatol  orang bilang jajanan pasar.

Dengan semangatnya emak menyiapkan diatas tampah dan daun-daun disiapkan dibakul. Dengan Sandal jepit hari itu aku dan emak pergi ke pasar kebetulan aku sedang libur sekolah sehingga bisa membantu emak,sampai dipasar Gembrong kita mencari kios yang tidak ada penghuninya " mak.. itu ada kios kosong " katapun

disana,tampah diturunkan dari kepala emak ,aku meletakkan bakul yang terbuat dari anyaman bambu yang berisi daun-daun dan lidi untuk orang yang beli .

Kita duduk dibale-bale kosong menunggu pembeli.

Lama sekali orang yang datang untuk membeli dan akhirnya ada beberapa orang membeli jualan kita. Kita dengan sabarnya menunggu pembeli,banyak orang lalu lalang tanpa menoleh dagangan kita kadang ada orang yang lewat hanya melirik saja. Jualan kita masih banyak aku melihat kelangit mendung aku pikir tidak lama lagi akan turun hujan, ternyata dugaanku benar tak lama kemudian hujan deras bagaikan diguyur dari langit,aku menggigil kedinginan karena hujan disertai angin. aku dan emak berusaha berlindung dikios kosong yang terbuka dan emak menutup jualannya dengan plastik besar agar tidak basah.

Hujan berhenti sore hari dan kita pulang dengan membawa jualan yang masih banyak,uang didalam gurita (kain panjang kecil yang ukurannya  lebar 20 cm dan panjang sekitar 5 m dibelitkan dipinggang agar kain tidak melorot) emak hanya sedikit,aku ingin nangis melihat emak usahanya sia-sia tidak menghasilkan yang ada rugi. Akhirnya makanan dibagikan ke tetangga. Usaha emakpun sia'sia alias gagal total , ujian  hidup masih menerpa kehidupan kita.